Selasa, 06 Oktober 2009


SEJARAH PROMOSI KESEHATAN

Sejarah adalah uraian tentang peristiwa nyata berupa fakta dan data yang bisa dijadikan bahan analisa untuk disimpulkan manfaat dan mudaratnya bagi pijakan untuk kegiatan masa kini dan yang akan datang. Di sini sejarah lebih mempunyai arti ke depan.

Istilah Health Promotion (Promosi Kesehatan) sebenarnya sudah mulai dicetuskan setidaknya pada tahun 1986, pada waktu diselenggarakan Konferensi International Pertama tentang Health Promotion di Ottawa, Canada, pada tahun 1986. Pada waktu itu dicanangkan the Ottawa Charter, yang memuat definisi dan prinsip-prinsip dasar Health Promotion. Namun istilah tersebut pada waktu itu di Indonesia belum bergema. Pada waktu itu, istilah yang ada tetap Penyuluhan Kesehatan, disamping juga populer istilah-istilah lain seperti KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi), Pemasaran Sosial (Social Marketing), Mobilisasi Sosial, dll.

Dengan demikian penggunaan istilah promosi kesehatan di Indonesia tersebut dipacu oleh perkembangan dunia internasional. Nama unit Health Education di WHO baik di Headquarter, Geneva maupun di SEARO, India juga sudah berubah menjadi Unit Health Promotion. Nama organisasi profesi internasional juga sudah berubah menjadi International Union for Health Promotion and Education (IUHPE). Istilah promosi kesehatan tersebut juga ternyata sesuai dengan perkembangan pembangunan kesehatan di Indonesia sendiri, yang mengacu pada paradigma sehat.

Strategi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Bertolak dari prinsip-prinsip yang dapat dipelajari tentang Promosi Kesehatan, pada pertengahan tahun 1995 dikembangkanlah Strategi atau Upaya Peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (disingkat PHBS), sebagai bentuk operasional atau setidaknya sebagai embrio promosi kesehatan di Indonesia. Strategi tersebut dikembangkan melalui serangkaian pertemuan baik internal Pusat Penyuluhan Kesehatan maupun external secara lintas program dan lintas sektor.
Beberapa hal yang dapat disarikan tentang pokok-pokok Promosi Kesehatan (Health Promotion) adalah bahwa :
  1. Promosi Kesehatan (Health Promotion), yang diberi definisi : Proses pemberdayaan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya lebih luas dari Pendidikan atau Penyuluhan Kesehatan. Promosi Kesehatan meliputi Pendidikan/ Penyuluhan Kesehatan, dan di pihak lain Penyuluh/Pendidikan Kesehatan merupakan bagian penting (core) dari Promosi Kesehatan.
  2. Pendidikan/Penyuluhan Kesehatan (dapat dikatakan) menekankan pada upaya perubahan atau perbaikan perilaku kesehatan. Promosi Kesehatan adalah upaya perubahan/perbaikan perilaku di bidang kesehatan disertai dengan upaya mempengaruhi lingkungan atau hal-hal lain yang sangat berpengaruh terhadap perbaikan perilaku dan kualitas kesehatan.
  3. Promosi Kesehatan juga merupakan upaya untuk menjajakan, memasarkan atau menjual yang bersifar persuasif, karena sesungguhnya “kesehatan” merupakan “sesuatu” yang sangat layak jual, karena sangat perlu dan dibutuhkan setiap orang dan masyarakat.
  4. Pendidikan/penyuluhan kesehatan menekankan pada pendekatan edukatif, sedangkan pada promosi kesehatan, selain tetap menekankan pentingnya pendekatan edukatif yang banyak dilakukan pada tingkat masyarakat di strata primer (di promosi kesehatan selanjutnya digunakan istilah gerakan pemberdayaan masyarakat), perlu dibarengi atau didahului dengan upaya advokasi, terutama untuk strata tertier (yaitu para pembuat keputusan atau kebijakan) dan bina suasana (social suppoprt), khususnya untuk strata sekundair (yaitu mereka yang dikategorikan sebagai para pembuat opini).
  5. Pada pendidikan/penyuluhan kesehatan, masalah diangkat dari apa yang ditemui atau dikenali masyarakat (yaitu masalah kesehatan atau masalah apa saja yang dirasa penting/perlu diatasi oleh masyarakat)
  6. Pada pendidikan/penyuluhan kesehatan yang menonjol adalah pendekatan di masyarakat melalui pendekatan edukatif ,promosi kesehatan dikembangkan adanya 5 tatanan yaitu di rumah/tempat tinggal (where we live), di sekolah (where we learn), di tempat kerja (where we work), di tempat-tempat umum (where we play and do everything) dan di sarana kesehatan (where we get health services). Dari sini dikembangkan kriteria rumah sehat, sekolah sehat, tempat kerja sehat, tempat umum sehat, dll yang mengarah pada kawasan sehat seperti desa sehat, kota sehat, kabupaten sehat, dll sampai ke Indonesia Sehat.
  7. Pada promosi kesehatan, peran kemitraan lebih ditekankan lagi, yang dilandasi oleh kesamaan (equity), keterbukaan (transparancy) dan saling memberi manfaat (mutual benefit). Kemitraan ini dikembangkan antara pemerintah dengan masyarakat termasuk swasta dan Lembaga Swadaya Masyarakat, juga secara lintas program dan lintas sektor.
  8. Sebagaimana pada Pendidikan dan Penyuluhan, Promosi Kesehatan sebenarnya juga lebih menekankan pada proses atau upaya, dengan tanpa mengecilkan arti hasil apalagi dampak kegiatan. Jadi sebenarnya sangat susah untuk mengukur hasil kegiatan, yaitu perubahan atau peningkatan perilaku individu dan masyarakat. Yang lebih sesuai untuk diukur: adalah mutu dan frekwensi kegiatan seperti advokasi, bina suasana, gerakan sehat masyarakat, dll.
Promosi Kesehatan Di Era Reformasi Dan Desentralisasi

Lahirnya semangat reformasi yang ditingkahi dengan terjadinya pergantian pemerintahan pada tahun 1998 telah membawa perubahan fundamental dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Angin reformasi yang bertiup kencang sejak lengsernya Presiden Soeharto memperoleh wadahnya dalam sidang-sidang MPR, yang merupakan lembaga tertinggi negara. Akhirnya dilakukan amandemen terhadap UUD 1945, sesuatu yang “diharamkan” pada era sebelumnya. Amandemen tersebut bahkan dilakukan beberapa kali, antara lain menyangkut tentang penghapusan lembaga Dewan Pertimbangan Agung, dibentuknya Mahkamah Konstitusi, ada Dewan Perwakilan Daerah (DPD), pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI secara langsung oleh rakyat, dll.

Salah satu perubahan yang mendasar adalah bergantinya sistem pemerintahan sentralisasi menjadi desentralisasi, atau otonomi daerah. Semangat inilah yang mengilhami diundangkannya UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang diberlakukan pada tahun 2001. Sesuai dengan UU tersebut, maka Gubernur, Bupati dan Walikota kini dipilih langsung oleh rakyat dan karenanya mempunyai kewenangan yang sangat menentukan, termasuk dalam penentuan organisasi daerah, jabatan dan personilnya. Sementara itu lembaga legislatif, baik DPR di Pusat maupun DPRD di daerah mempunyai kewenangan yang lebih besar (bahkan sangat besar) dalam penyusunan anggaran keuangan baik Pusat maupun Daerah. Berkaitan dengan itu, partai-partai politik mempunyai peranan yang sangat menentukan, melalui wakil-wakilnya yang duduk di pemerintahan (ekskutif) dan lembaga perwakilan (legislatif), baik di Pusat maupun di daerah.

Untuk mengantisipasi hal ini Departemen Kesehatan dalam hal ini Promosi Kesehatan menyelenggarakan pertemuan dengan Bupati dan Walikota seluruh Indonesia pada bulan Juli 2000 yang menyepakati tentang perlunya perhatian Daerah secara lebih sungguh-sungguh terhadap program kesehatan, kelembagaan, ketenagaan serta anggaran yang mendukungnya. Berbagai pertemuan khusus untuk menjelaskan dan mendiskusikan tentang Paradigma Sehat dan Visi Indonesia sehat 2010 juga diselenggarakan kepada partai-partai politik dan anggota DPR kkhususnya komisi yang mengurusi bidang kesehatan.

Demikian pula dengan tujuan yang sama beberapa kali pertemuan khusus juga digelar di daerah, paling tidak di beberapa propinsi, seperti Banten, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Sumatera Barat, dll. Belum lagi panduan tertulis tentang penanganan program-program kesehatan termasuk promosi kesehatan di daerah.

Selanjutnya dalam rangka desentralisasi dan otonomi daerah, setelah dilakukan pembahasan dan sosialisasi dengan daerah, telah ditetapkan Keputusan Menteri Kesehatan tentang Stándar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. Salah satu SPM bidang kesehatan tersebut adalah tentang Penyuluhan perilaku sehat, yang harus mencakup setidaknya: Rumah tangga sehat (65%) dan Desa Posyandu Purnama (40%). Selain itu juga ditetapkan bahwa promosi kesehatan merupakan salah satu pelayanan yang wajib dilakukan di Puskesmas.

Era Globalisasi Dan Promosi Kesehatan

Kurun waktu 2000 an ini juga merupakan era globalisasi. Batas-batas antar negara menjadi lebih longgar. Persoalan menjadi lebih terbuka. Berkaitan dengan era globalisasi ini dapat menimbulkan pengaruh baik positif maupun negatif. Di satu pihak arus informasi dan komunikasi mengalir sangat cepat. Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat. Dunia menjadi lebih terpacu dan maju. Di pihak lain penyakit menular yang ada di satu negara dapat menyebar secara cepat ke negara lain apabila negara itu rentan atau rawan. Misalnya AIDS, masalah merokok, penyalahgunaan NAPZA, dll sudah menjadi persoalan dunia. Demikian pula budaya negatif di satu bangsa/negara dengan cepat juga dapat masuk dan mempengaruhi budaya bangsa/negara lain.
Sementara itu khususnya di bidang Promosi Kesehatan, dalam era globalisasi ini Indonesia memperoleh banyak masukan dan perbandingan dari banyak negara. Melalui berbagai pertemuan internasional yang diikuti, setidaknya para delegasi memperoleh inspirasi untuk mengembangkan promosi kesehatan di Indonesia. Beberapa pertemuan itu adalah sebagai berikut :
  1. Konferensi Internasional Promosi Kesehatan. Konferensi ini bersifat resmi, para utusannya diundang oleh WHO dan mewakili negara. Selama kurun waktu 1995-2005 ada tiga kali konferensi internasional, yaitu: the 4th International Conference on Health Promotion, Jakarta, 1997, the 5th International Conference on Health Promotion, Mexico City, 2000, dan the 6th Global Conference on Health Promotion, Bangkok, 2005. Pada pertemuan di Bangkok istilah International Conference diganti dengan Global Conference, a.l. karena dengan istilah “Global” tersebut menunjukkan bahwa sekat-sekat antar negara menjadi lebih tipis dan persoalan serta solusinya menjadi lebih mendunia.
  2. Konferensi internasional Promosi dan Pendidikan Kesehatan. Konferensi ini bersifat keilmuan. Utusannya datang atas kemauan sendiri dengan mendaftar lebih dahulu. Penyelenggaranya adalah Organisasi Profesi yaitu International Union for Health Promotion and Education. Dalam kurun waktu ini sebenarnya ada empat kali pertemuan, tetapi Indonesia hanya hadir di tiga pertemuan yaitu di Ciba, Jepang, tahun 1995 di Paris, Perancis, tahun 2001 dan Melbourne, Australia, 2004. Indonesia tidak hadir pada pertemuan di Pourtorico, tahun 1998, karena situasi tanah air yang tidak memungkinkan untuk pergi. Dengan mengikuti konferensi seperti ini, selain menambah wawasan dan gagasan, juga menambah teman dan jaringan.
  3. Pertemuan-pertemuan WHO tingkat regional dan internasional. Pertemuan seperti ini biasanya diikuti oleh kelompok terbatas, antara 20-30 orang. Sifatnya merupakan pertemuan konsultasi atau juga pertemuan tenaga ahli (expert). Pesertanya adalah utusan yang mewakili unit Promosi Kesehatan di masing-masing negara, atau perorangan yang dianggap ahli, yang diundang oleh WHO. Dalam kurun waktu 1995-2005 beberapa kali diselenggarakan pertemuan konsultasi di New Delhi, India, di Bangkok, Thailand, di Jakarta, Indonesia, dan beberapa kali di Genewa, Swis, khususnya dalam kaitannya dengan Mega Country Health Promotion Network. Pertemuan-pertemuan seperti ini juga memacu perkembangan promosi kesehatan di Indonesia. Khusus dalam Mega country network ini diupayakan penanggulangan penyakit tidak menular secara bersama melalui upaya aktivitas fisik, makan gizi seimbang dan tidak merokok.
  4. Pertemuan regional ASEAN. Pertemuan ini diselenggarakan oleh negara-negara anggota ASEAN. Pertemuan seperti ini diselenggarakan beberapa kali, tetapi yang menyangkut promosi kesehatan diselenggarakan pada tahun 2002 di Vientiane, Laos. Pertemuan ini menghasilkan Deklarasi Vientiane atau Kesepakatan Menteri Kesehatan ASEAN tentang “Healthy ASEAN Lifestyle” (antara lain ditandatangani oleh Dr. Achmad Suyudi selaku Menkes RI) yang pada pokoknya merupakan kesepakatan untuk mengintensifkan upaya-upaya regional untuk meningkatkan gaya hidup sehat penduduk ASEAN. Dalam kesepakatan itu ditetapkan antara lain tentang visinya, yaitu bahwa pada tahun 2020 semua penduduk ASEAN akan menuju kehidupan yang sehat, sesuai dengan nilai, kepercayaan dan budaya lingkungannya.
  5. Pertemuan-pertemuan internasional atau regional lainnya, seperti: International Conference on Tobacco and Health di Beijing, 1997; International Conference on Working Together for better health di Cardiff, UK, 1998; dan masih banyak pertemuan lainnya, misalnya tentang HIV/AIDS di Bangkok, Manila, dll; pertemuan tentang kesehatan lingkungan di Nepal; pertemuan tentang Health Promotion di Bangkok, di Melbourne, dll. Ini semua memperkuat jaringan dan semakin memantapkan langkah di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar